Kata-kata mengakhiri diri merupakan hal yang tabu (pantang)
untuk dilakukan menurut aliran utama agama yang ada di Indonesia. Namun dunia
ini begitu luas, budaya nya juga banyak, sehingga banyak hal-hal unik yang
sulit untuk diketahui tanpa kita mencari tahu sendiri. Bila kita selama ini
diajar untuk selalu bersyukur, dan rela menerima sesuatu yang telah berlalu
untuk menjadi pelajaran, maka tidak ada kata-kata untuk mengakhiri diri.
Walupun setiap agama yang ada di Indonesia melarang manusia untuk mengakhiri
diri (Bunuh diri), tetapi tetap saja ada sebagian kecil yang melakukan nya,
akibat tekanan hidup, dsb. Berbeda dengan negara kita yang menganggap bahwa
bunuh diri adalah suatu tindakan yang haram, sebab melanggar kehendak Tuhan,
tetapi beberapa konsep budaya bunuh diri masih terasa kental disana.
Alasan nya
baru-baru ini saya membaca suatu artikel dari BBC.com ; bahwa tingkat bunuh diri di Jepang
sangat tinggi. Bahkan di artikel yang ada di Internet itu mengatakan bahwa meski
bunuh diri bukan praktek relatif umum di Jepang seperti pada tahun-tahun Jepang
di masa lampau yaitu dengan adanya praktek “Seppuku” a.k.a “Harakiri” (Ritual
bunuh diri, namun hampir setiap hari kolom-kolom Koran di Jepang mengabarkan
ada tindakan bunuh diri yang dilakukan di negara tersebut. Di artikel tersebut
juga ditambahkan bahwa beberapa orang dari wartawan pun sudah bosan melampirkan
peristiwa bunuh diri yang terjadi di negara Jepang, atau beberapa keluarga tidak ingin melampirkan
peristiwa bunuh diri yang terjadi di keluarga mereka dengan cara melakukan
kremasi (pembakaran mayat) secepatnya untuk menghilangkan bukti pada wartawan,
setelah dilakukan pemeriksaan polisi setempat.
Pada 2015 lebaga survei Internasional mengatakan bahwa lebih
dari 25.000 orang Jepang bunuh diri setiap tahun. Meski angka nya cukup besar,
ternyata tingkat bunuh diri yang terjadi di negara Jepang tidak menjadi peringkat
yang paling tinggi di dunia, seperti sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan
yang menjadi tingkat teratas (Rata-rata keputusan bunuh diri di kedua negara
tersebut adalah akibat tekanan hidup di pekerjaan, pedidikan, dan karir).
Walaupun jepang tidak menjadi yang pertama dalam kasus bunuh diri, satu hal
yang unik di Jepang adalah semenjak buku The Complete Manual of Suicide (Buku panduan lengkap membunuh diri secera manual)
diluncurkan pada tahun 1993, buku telah terjual lebih dari 2 juta eksemplar.
“Wah !!! Gila !!”
Untuk sekedar informasi negara-negara di Asia Timur (seperti
China, Korea Selatan, Jepang) memang kita kenal sangat ulet. Secara keseluruhan
mereka seperti berlomba-lomba dengan negara tetangga di Asia Timur untuk
berusaha untuk menjadi yang terdepan. Namun secara khusus untuk Korea Selatan,
dan Jepang ; karena kedua negara ini saling berdekatan, mungkin terjadi
asimilasi (peleburan budaya) yang hamir sama. Mungkin saja ada alasan budaya
didalam nya, tetapi bisa jadi ada faktor alasan lain nya yang menjadikan
seseorang mudah sekali untuk mengakhiri diri di kedua negara tersebut.
Tetapi yang pasti untuk para pembaca gelitik info, saya
berharap jangan ada yang pernah melakukan bunuh diri, sebab hadiah yang
terindah berupa kado kejutan yang indah, hanya akan diberikan oleh orang yang
setia bertahan dengan cara yang benar sampai akhir masa hidupnya.”
#Ceramah”Hehehe.
Lanjut cerita ke negara Jepang, saya mempunyai beberapa info
yang mau saya bagikan untuk memperdalam pengetahuan umum untuk kalian mengenai
budaya ritual bunuh diri yang kiranya sangat kita kenal lebih melekat pada
budaya Jepang. Bahkan di anime (kartu manga Jepang) juga sering menampilkan
adegan tersebut. Contoh nya :
- · Dalam cerita Naruto, Kakashi mempunyai Ayah yang bernama Sakumo yang melakukan “Seppuku / Harakiri” (Ritual bunuh diri), setelah dia gagal melakukan misi, sebagai buntut dari tindakan lebih menyelamatkan teman-temannya yang sama-sama sedang melakukan misi. Akibat kegagalan misi tersebut. Sakumo dikucilkan oleh setiap orang, bahkan oleh orang-orang yang diselamatkan oleh nya. (Perbuatan Sakumo saat itu tidak disaksikan oleh Kakashi, tapi Kakashi yang masih muda menemukan tubuh Ayahnya terbujur kaku, setelah melakukan perbuatan bunuh diri).
- · Demikian juga, Kenshin Himura dari Rurouni Kenshin (a.k.a Samurai X), yang dalam cerita adalah seorang Samurai yang sangat terkenal ; dimana dalam serial TV di SCTV para pengisi suara memberikan predikat dalam bahasa Indonesai sebagai Batosai si pembantai. Dimana akibat ketenaran tersebut, Kenshin ia mulai merasa sedih, dan ingin menyudahi pekerjaan nya sebagai Samurai, serta mengatakan langsung bahwa ia ingin memulai hidupnya sebagai seorang pengembara (Ronin) sebagai alternatif untuk bunuh diri, dan mendorong orang lain untuk mengikuti jalan pendamaian. Kenshin yang bersedih tidak memilih bunuh diri, sebab memang sebelumnya dia tidak pernah kalah. *seperti ciri khas Samurai dalam kode etik Bushido (“Jalan Prajurit), maka dia harus melakukan ritual bunuh diri. Namun alasannya Kenshin tidak ingin menjadi Samurai lagi, karena dia merasa tangan nya telah begitu berlumuran darah. Jadi dia hanya membunuh dirinya sendiri sebagai Batosai si pembantai, dan dia hidup sebagai orang baru yang bernama Kenshin Himura, yang kerja nya membantu orang lain untuk melakukan hidup yang lebih baik.
Nah, dari kedua cerita anime Jepang yang terkenal diatas,
maka kita tahu bahwa budaya ritual bunuh diri sudah ada mengakar dalam leluhur,
dan nenek moyang mereka. Meski budaya itu sudah tidak mekar seperti dulu lagi,
namun jejak sejarah tetap mengikuti sebuah bangsa di dunia. Mungkin ada
pertanyaan yang muncul apa sih “Seppukku” atau “Harakiri”. Masyarakat jepang
lebih nyaman mengenal ritual bunuh diri dengan kata “Seppuku” dari pada
“Harakiri”.
Suatu bentuk istilah "Seppuku" berasal dari dua akar
kata Sino-Jepang, yaitu : setsu 切 ( "untuk memotong") dan Puku
腹
( "perut"). Hal ini juga dikenal sebagai harakiri (腹切,
"memotong perut"). Harakiri adalah istilah yang lebih dikenal luas di
luar Jepang, dan yang ditulis dengan kanji (huruf Jepang) yang sama sebagai kata
Seppuku. Perbedaan nya hanya dalam urutan baca terbalik saja (Okurigana). Dalam
bahasa Jepang, kata Seppuku lebih formal. Mungkin hampir seperti bahasa Cina ada
dua cara baca yaitu Seppuku menggunakan car a baca, dan penulisan nya
menggunakan cara “On'yomi”, sementara Harakiri
menggunakan car abaca, dan penulisan dengan cara “Kun'yomi”. Jadi intinya Hara-kiri adalah kata yang sama dengan Seppuku,
hanya menggunakan cara membaca karakter dengan metode “Kun-yomi”.
Meski tindakan bunuh diri banyak terjadi di Jepang pada masa
kini, tetapi tindakan bunuh diri tidak bisa dianggap enteng di Jepang, terutama
pada masa lalu. Ritual ini memiliki tradisi budaya yang panjang, dan penuh
cerita tentang darah. Di Jepang, para Samurai lah yang pertama kali berkomitmen
Seppuku (切腹 atau "ritual bunuh diri").
Tindakan itu dilakukan, jika musuh menangkap mereka, atau jika mereka
mencemarkan Kode etik Samurai (Bushido). Ritual bunuh diri juga bisa dipaksakan
sebagai bentuk hukuman untuk para Samurai yang telah melakukan pelanggaran kriminal
serius, atau suatu tindakan yang dilakukan, karena mereka telah membawa malu
kepada diri mereka sendiri (Pencemaran sikap Samurai pada tatanan sosial di
Maysarakat). Hal itu bahkan harus benar-benar dilakukan, apalagi sering kali
rombongan Samurai yang kalah dalam pertempuran, tapi beberapa dari mereka malah
bisa selamat dari medan perang yang berlangsung hebat. Jadi untuk mendapatkan
kembali kehormatan mereka, maka tindakan itu penting dilakukan ; sebab tidak
hanya untuk reputasi si Samurai sendiri, tetapi juga untuk menghormati seluruh
keluarganya yang berdiri di tengah-tengah masyarakat.
Kok, saya jadi ingat slogan TNI yang ada di suatu komplek
pelatihan ya ? Sepertinya Indonesia, ingin membangkitkan semangat juang para
Samurai Jepang nih ; yang apalagi terbukti sangat terkenal militan selama
perang dunia pertama, dan perang dunia kedua berlangsung. Nih, salah satu
gambar slogan militer milik Republik Nusantara Indonesia yang mengingatkan saya
tentang budaya Seppuku / Harakir.
Tindakan Seppuku pertama yang tercatat dilakukan oleh Minamoto no Yorimasa ; selama Pertempuran Uji pada tahun 1180. Seppuku akhirnya menjadi bagian penting dari Bushido ( kode etik dari prajurit Samurai ) ; dan sering digunakan oleh para prajurit untuk menghindari jatuh ke tangan musuh untuk menipiskan rasa malu, dan menghindari kemungkinan penyiksaan, yang diyakini bisa menjadi jalan pembebasan bagi semangat para Samurai mencapai akhirat.
Cara Samurai melakukan Seppuku / Harakiri
Sampai praktek ini menjadi lebih standar selama abad ke-17,
ritual seppuku kurang formal di Jepang. Pada abad 12 dan 13, sebelum Seppuku dilakukan
oleh Miyamoto no Yorimasa, praktek ini hanya dilakukan oleh masing-masing
Samurai secarai tersembunyi. Namun setelah Miyamoto, maka ada dasar cara-cara
yang benar untuk melakukan ritual tersebut. Caranya yaitu menggerakan sebuah belati
dari kanan ke kiri, sehingga kemudian usus mereka akan tumpah keluar ke nampan
kecil, dan membiarkan Samurai mati kehabisan darah. Oleh karena ritual itu
dianggap terlalu menyakitkan, maka pada perkembangan nya, ada tambahan orang
lain untuk mengakhiri tindakan bunuh diri itu dengan cara yang cepat yaitu
menggunakan Kaishakunin (kelompok orang yang biasanya kerabat, atau orang yang
dikenal oleh Samurai untuk percepatan ekskusi).
Meskipun tindakan ritual bunuh diri (Seppuku / Harakiri)
sudah dibuat cepat yaitu dengan memperbantukan Kaishakunin, tetapi kadang ada beberapa
Samurai memilih untuk melakukan Seppuku dengan cara memilih merasakan
penderitaan. Tindakan ini dikenal sebagai Jumonji giri (十文字切り,
"potongan di perut berbentuk salib"), di mana tidak ada ditempatkan Kaishakunin
untuk untuk mengakhiri penderitaan Samurai dengan cara yang cepat. Seorang Samurai
yang memilih atau disarankan untuk melakukan Jumonji giri memang diharapkan sengaja
untuk menanggung penderitaan diam-diam sampai dia berdarah sampai mati, meninggal
dengan tangan di wajahnya.
Ternyata perempuan melakukan tindakan Ritus tersebut
Tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh para wanita disebut
“Jigai”. Kata jigai (自害
? ) dalam bahasa Jepang berarti juga "bunuh diri". Sedang kata modern
nya untuk bunuh diri saat ini adalah Jisatsu (自殺). Kejadian ini memang normal terjadi,
dan sudah menjadi budaya bagi para wanita Jepang untuk menjaga kehormata.
Itulah sebabnya sering kali, saat Tentara negara lain, atau Samurai dari pihal
lain menyerang, dan masuk ke dalam rumah yang diserang, maka seringnya para
kelompok musuh menemukan Nyonya rumah duduk sendirian, menghadap jauh dari
pintu. Kemudian pada saat mereka mendekati dia, maka mereka akan menemukan
bahwa perempuan itu telah mengakhiri hidupnya jauh sebelum mereka mencapai tempat
itu.
Cara perempuan Jepang
untuk melakukan Jigai
Jadi demi membuat postur tubuh yang terlihat pantas setelah
kematian, maka wanita tersebut akan mengikat kaki mereka bersama-sama dengan
kain sutra. Setelah membuka celah pada kimono (busana khas Jepang) yang mereka
kenakan, maka segera ia akan memotong perut mereka dengan menggunakan Samurai. Sementara
perempuan itu sedang menahan kesakitan dari darah yang keluar pada tubuh
mereka, maka bila ada pihak yang membantu, segera pihak yang lain akan
menggunakan pisau untuk menggorok vena leher perempuan tersebut.
Hah, sudah pusing dengan cerita darah, dan bunuh diri ;
sebaiknya kita ambil nilai positifnya aja ya… Buang niat untuk mengakhiri diri
sendiri. Kalau mau menang, maka kita harus tetap hidup. Sebab selama anda belum
keluar dari pertandingan kehidupan, maka anda belum bisa dianggap kalah. Jadi
jika anda memutuskan untuk mengakhiri pertandingan kehidupan dengan cara bunuh
diri, maka disaat anda melakukan nya, disitulah anda sudah kalah. Yah, masak
mau menjadi loser. Bangkit dong, lalu cari cara untuk mengakhiri cerita hidup
mu dengan cerita bahagai (Bukan kah lebih enak cerita yang berakhir “Happy
Ending” dibandingkan cerita yang berakhir “Sad Ending” ?).
Salam dari
Gelitik Info.
Tunggu info,
dan berita Gelitik, Unik, dan menarik lainnya…
Terima
kasih…
0 comments:
Posting Komentar